Sinyal tiga bar. Lalu dua. Lalu hilang. Sama seperti dia. Namanya Aurora, muncul di layar handphone ku seperti dewi fajar yang salah server...

Cerpen Seru: Bayangan Yang Menatapku Dari Balik Api Cerpen Seru: Bayangan Yang Menatapku Dari Balik Api

Cerpen Seru: Bayangan Yang Menatapku Dari Balik Api

Cerpen Seru: Bayangan Yang Menatapku Dari Balik Api

Sinyal tiga bar. Lalu dua. Lalu hilang. Sama seperti dia. Namanya Aurora, muncul di layar handphoneku seperti dewi fajar yang salah server. Kami bertemu di aplikasi kencan yang seharusnya sudah mati—ChronosMatch, konon mencocokkan jiwa lintas waktu. Lucu, mengingat waktu bagiku hanya berarti tumpukan debu dan karat. Aku, seorang pemulung memori di reruntuhan Neo-Jakarta tahun 2347, jatuh cinta pada suara Aurora yang renyah, suaranya yang seolah tersimpan dalam toples kaca di masa lalu.

Dia, rupanya, hidup di tahun 2047. Dunia yang dia gambarkan terdengar seperti surga bagi mataku yang terbiasa melihat langit abu-abu karena polusi kronis. Pohon? Burung? Hujan yang benar-benar hujan, bukan air asam? Omong kosong macam apa ini! Tapi aku percaya. Karena setiap kali dia berbicara tentang senja berwarna magenta, bayangan di mataku sedikit memudar.

Kami berbagi cerita. Aku tentang menemukan kepingan lagu lama dari server mati, dia tentang kucing liar yang sering tidur di teras rumahnya. Hal-hal sepele, namun bagi kami, bagai harta karun yang tak ternilai. Kami saling mencari, Aurora mencoba mengirimi aku kode recovery agar aku bisa mengakses arsip dunia lamanya, aku mencoba menembus distorsi waktu untuk sekadar melihat wajahnya.

Percakapan kami sering terputus, tergerus oleh lag dan koneksi yang memburuk. Chatnya selalu berhenti di 'sedang mengetik…', membuatku bertanya-tanya apa yang ingin dia katakan, apa yang tidak sempat dia katakan. Apakah dia masih di sana? Apakah dia nyata?

Suatu malam, sinyalnya MEMBAIK. Aku bisa melihatnya, samar-samar, melalui jendela kamera handphone lamanya. Dia duduk di depan perapian, api menari di wajahnya. Cantik. Lalu, dia menoleh. Menatapku.

Tapi tatapannya… kosong. Hampa. Seperti melihat roh.

"Siapa di sana?" Bisiknya, suaranya bergetar.

Aku mencoba menjawab, berteriak, tapi suaraku hilang ditelan noise statis.

Tiba-tiba, layar berkedip. Muncul sebuah pesan dari Aurora, dikirim SEBELUM percakapan kami dimulai.

"Jangan percaya padanya. Dia… dia adalah bayangan dari kehidupan yang kita lupakan. Dia adalah… AKU yang terjebak dalam reka ulang digital."

Api di perapian menjilat lebih tinggi, membentuk siluet aneh di belakang Aurora. Siluet itu… menatapku. MENCENGKERAM jiwaku!

Lalu, semuanya padam. Layar mati. Dunia… hening.

Apakah ini akhirnya? Apakah cinta kami hanyalah gema dari sebuah simulasi yang rusak? Apakah Aurora di masa lalu, Aurora di masa depan, dan aku hanyalah fragmentasi dari sebuah jiwa yang hilang?

Matikan lampu, sayang, aku sudah tak tahan lagi menatap pantulan diriku sendiri…

You Might Also Like: 14 Unconventional Dental Convention

0 Comments: